Senin, 29 Juli 2013

ANALGETIK

BAB II
TINJAUAN  TEORITIS

A.      Sejarah Analgetik
Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri atau organic medicine yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih analgetik yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan organic medicine lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi organic food. Sebelum memilih analgetik yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika.
Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini.
Obat analgetik atau medicine food tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan pada jaringan lunak lainnya, serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi medicine product ini tidak begitu efektif untuk nyeri viseral.
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen. Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obat-obat organic ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein. Obat-obat ini juga banyak dijumpai dalam komposisi obat-obat batuk, pilek dan flu.

B.       Sejarah Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002)
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan). Paracetamol paling aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Parasetamol merupakan contoh obat dalam golongan ini.Beberapa macam merk dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex.
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Sartono,1993).
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol.
Diantara ketiga obat tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahawa kombinasi Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri. (Sartono 1996)
Pada tahun 1946, Lembaga Studi Analgetik dan obat-obatan sedative telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgetik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya.(Yulida.A.N. 2009)
Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia, dan mendapati pengaruh analgetik asetanilida adalah disebabkan metabolit Parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan Parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak mengahasilkan racun asetanilida.(Yulida.A.N. 2009)
Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik dan antipiretik, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi(pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kafein dengan kira-kira 50% dan kodein. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. (Yulida.A.N. 2009)
Overdosis bisa menimbulkan mual, muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan Parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis tinggi memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif.(Tjay, 2002)


C.      Struktur Kimia Parasetamol

Struktur kimia parasetamol.

Asetaminofen (parasetamol)
N-acetyl-para-aminophenol
151.17
Rumus empiris
C8H9NO2
(Metabolisme)
Hati
B (AS)
A (
Aus)





BAB III
PEMBAHASAN

A.      Aplikasi parasetamol
1.      Sifat Zat Berkhasiat
Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat Parasetamol adalah sebagai berikut :
·      Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
·      Berat Molekul : 151.16
·      Rumus Empiris : C8H9NO2.
2.      Sifat Fisika
·      Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
·      Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol.
·      Jarak lebur : Antara 168 dan 172.
3.      Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.(Lusiana Darsono 2002)
4.      Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.




5.    Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.(Cranswick 2000)
6.    Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini. (Yulida 2009)
7.    Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g per hari, untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. .(Mahar Mardjono 1971)
8.    Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.
Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.
9.    Mekanisme Toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik, didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan Parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses yang sama Parasetamol juga bersifat nefrotoksik.
10.     Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20g bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.
11.     Penatalaksanaan Toksis
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama saat menemukan korban yang dicurigai keracunan parasetamol adalah sebagai berikut :
a.    Rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau peristiwa tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui).
b.    Berikan arang aktif dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang dewasa dan larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak. Bila kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka N-asetilsistein dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB secara oral, lalu dosis berikutnya 40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam. Larutkan asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan soda. Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan melalui sonde lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid pada pasien untuk mengatasi kondisi muntah tersebut. Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8-10 jam pasca penelanan parasetamol. N-asetilsistein harus diberikan secara hati-hati dengan memperhatikan kontraindikasi dan riwayat alergi pada korban, terutama riwayat asthma bronkiale.
c.       Anti dotum
1)        N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan Parasetamol. N-asetil-sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening-katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N-asetilsistein sangat efektif bila diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.
2)        Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein.
12.     Gambaran Klinis
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium :
a.    Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa berkeringat.
b.    Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria.
c.    Stadium III ( 72 - 96 jam )
Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum.



d.   Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian. (Lusiana Darsono 2002)
13.     Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan :
a.    Adanya riwayat penggunaan obat.
b.    Uji kualitatif
Sampel diambil dari urin, isi lambung atau residu di tempat kejadian. Caranya : 0,5 ml sampel + 0,5 ml HCL pekat, didihkan kemudian dinginkan, tambahkan 1ml larutan O-Kresol pada 0,2ml hidrolisat, tambahkan 2ml larutan ammonium hidroksida dan aduk 5 menit, hasil positip timbul warna biru dengan cepat. Uji ini sangat sensitif.
c.    Kuantitatif
Kadar dalam plasma diperiksa dalam 4 jam setelah paparan dan dapat dibuat normogram untuk memperkirakan beratnya paparan.
d.   Pemeriksaan laboratorium:
Elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, transaminase hati dan prothrombintime.

B.       Pasien Care
1.    Dosis dan Cara Pemberian Obat
Pemberian dosis Paracetamol disesuaikan menurut usia dan juga berat badan. Cara pemberian paracetamol pada umumnya diberikan per oral, baik yang berbentuk sirup maupun tablet.
2.    Meningkatkan Efek Terapetik
Untuk meningkatkan efek terapeutik paracetamol, konsumsi paracetamol dengan mekanisme dan cara pemakaian obat yang benar.
3.    Memperkecil Efek yang Tidak Dikehendaki
Menggunakan paracetaml sesuai dosis yang benar dan sesuai dengan usia dan berat badan.



4.    Memperkecil Interaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
Tidak mengkonsumsi parasetamol secara bersamaan dengan obat lain.
5.    Identifikasi Pasien dengan Resiko Tinggi
Parasetamol tidak dapat digunakan pada pasien yang beresiko tinggi, seperti pasien yang menderita hipertensi, hipersensitif, tukak lambung dan usus, serta dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal pada pemakaian jangka panjang. Agar tidak menyebabkan toksisitas paracetamol terhadap pasien tersebut dan tidak memperburuk keadaan pasien.
6.    Dapat Menanggulangi Toksisitas Obat
a.    Toksisitas parasetamol dapat dicegah dengan pemberian antidotum (N-Asetilsistein) yang merupakan antidotum terpilih untuk keracunan Parasetamol. N-asetil-sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening-katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N-asetilsistein sangat efektif bila diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.
b.    Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein.

C.      Pasien Education
Pemberian informasi kepada pasien berupa:
1.      Nama obat dan kategori terapetiknya
Jelaskan pada pasien bahwa obat yang dikonsumsi adalah Paracetamol dan digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menurunkan panas atau suhu tubuh.
2.      Besarnya dosis
Umur 3 bulan -1 tahun, mengkonsumsi paracetamo dengan dosis 60-120 mg, 1-5 tahun dosisnya 150-250 mg, 6-12 tahun dosisnya 250-500 mg, dan dewasa dosisnya 500 mg- 1 gr. Dosis ini boleh diulang 4-6 jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam 24 jam).



3.      Waktu pemberian obat
Memberitahukan kepada pasien kapan-kapan saja waktu untuk mengkonsumsi obat tersebut dan berapa kali obat yang diberikan harus dikonsumsi.
4.      Rute dan teknik pemberian obat
Jelaskan pada pasien bahwa parasetamol diminum secara oral, yaitu bisa dengan cara diencerkan dengan air susu atau bubur. Dan jelaskan pada pasien bahwa parasetamol diminum tiga kali sehari.
5.      Respons terapetik yang diharapkan dan waktu respons mulai
Elaskan pada pasien bahwa setelah meminum parasetamol diharapkan terjadi penurunan panas pasien dan ambang rasa nyeri berkurang. Waktu respon dimulai jika sudah mencapai konsentrasi efek kerja obat minimum.
6.      Lama obat dapat digunakan dan penyimpanannya
Parasetamol dapat digunakan selama maksimal 5 hari untuk anak-anak dan untuk dewasa maksimal selama 10 hari. Dan parasetamol dapat disimpan selama kemasan tidak terbuka, pada tempat yang kering, dan pada suhu yang tepat (suhu kamar 25-27oC). Selain itu, tanggal kadaluarsa sangat penting untuk diperhatikan. Beritahu pasien jika parasetamol telah mencapai tiga bulan sebelum tanggal kadaluarsa, maka parasetamol sudah tidak layak dikonsumsi, dan beritahu pasien jika parasetamol telah sampai/melewati tanggal kadaluarsa, maka sebaiknya parasetamol tidak disimpan.
7.      Efek yang tidak didinginkan dan cara menanggulangi efek tersebut
a.       Reaksi alergi, hipertesi, jarang terjadi berupa eritem, urtikaria, dan lebih berat dapat menyebabkan lesi mukosa. Jika terjadi hal tersebut, hentikan pemakaian obat dan perbanyak minum air putih.
b.      Anemia hemolitik pada pemakaian kronik, terjadinya karena mekanisme atoimun defisiensi enzim G6PD dan terjadi metabolit- metabolit yang abnormal.
c.       Methemoglobinemia dan sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis besar.

 8.      Memperkecil interaksi sesama obat yang tidak diinginkan

Jelaskan pada pasien jangan gunakan parasetamol secara bersamaan dengan obat lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar